PENGENALAN HEWAN AVERTEBRATA BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI DAN HABITAT
Oleh :
ANDRIANI DIAH IRIANTI
B1J012011
LAPORAN PRAKTIKUM TAKSONOMI HEWAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggolongan hewan atau animalia di alam meliputi dua
kelompok besar yaitu avertebrata dan
vertebrata. Hewan avertebrata adalah hewan yang tidak bertulang
belakang. Struktur morfologi dan anatomi hewan avertebrata lebih sederhana
dibandingkan dengan kelompok vertebrata. Sistem pencernaan, pernapasan dan
peredaran darah hewan avertebrata lebih sederhana dibandingkan hewan vertebrata
(Bullough, 1960).
Vertebrata
adalah hewan yang memiliki tulang belakang. Umumnya tubuh vertebrata terbungkus oleh
lapisan tubuh (epidermis dan dermis). Hewan vertebrata yang hidup di darat biasanya
memiliki kulit menanduk dan bertulang. Hewan tingkat rendah memiliki
endoskeleton berupa tulang rawan sedangkan hewan tingkat tinggi endoskeleton
berupa tulang keras. Sistem peredaran darah pada hewan yang termasuk
dalam kelompok ini dilengkapi organ jantung dengan ruangan atrium dan
ventrikel. Sistem
pernafasan vertebrata dilengkapi dengan organ berupa insang, kulit, dan paru-paru. Sistem eksresi dilengkapi organ berupa ginjal.
Sistem reproduksi secara seksual terjadi antara hewan jantan dan betina.
Organisme yang termasuk vertebrata diantaranya pisces, aves, reptilia, amphibi,
dan mamalia (Jasin, 1989).
Hewan avertebrata dapat dikelompokkan berdasarkan banyaknya sel penyusun
tubuh, struktur atau konstruksi tubuh, jumlah lapisan tubuh, kesimetrian tubuh,
pembentukan anus dan mulut pada awal perkembangan embrionalnya, kondisi rongga
tubuh, ada tidaknya lofofora dan ada tidaknya segmentasi tubuh. Berdasarkan
kedelapan pengelompokkan itu, kita dapat mempelajari kesimetrian tubuh dan ada
tidaknya segmentasi tubuh yang dapat kita ketahui melalui pengamatam morfologi.
Golongan-golongan hewan avertebrata antara lain Cnidaria, Ctenopora, Echinodermata, Annelida, Insecta, dan Crustacea
(Jasin, 1989).
B. Tujuan
Tujuan
praktikum acara pengenalan hewan
avertebrata berdasarkan karakter morfologi dan habitat yaitu dapat mengenali ciri-ciri (karakter) yang
tampak pada berbagai hewan avertebrata, dapat
mengenali ciri-ciri (karakter) yang tampak pada hewan avertebrata yang hidup
pada habitat yang berbeda dan dapat mendeskripsikan dan mengelompokan hewan
avertebrata berdasarkan karakteristik yang diamati.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi merupakan proses pengelompokan
individu-individu ke dalam suatu kelompok tertentu. Pengelompokan ini disusun
secara runtut sesuai dengan tingkatannya (hirarkinya), yaitu mulai dari yang
lebih kecil tingkatannya hingga ke tingkatan yang lebih besar. Ilmu yang
mempelajari prinsip dan cara klasifikasi makhluk hidup disebut
taksonomi atau
sistematik. Anggota dari masing-masing kelompok memiliki sifat atau ciri khas
tertentu yang membedakan dengan anggota dari kelompok lainnya, atau sering
disebut dengan karakter taksonomi. Karakter taksonomi meliputi karakter
kualitatif (diekspresikan dengan gambar atau kata-kata), misalnya warna dan
bentuk, dan karakter kuantitatif (dapat dihitung atau diukur), misalnya jumlah
kaki dan jari (Radiopoetro, 1991). Menurut King et al., (1975), karakter taksonomi meliputi
karakter morfologi, etiologi, ekologi, fisiologi dan biogeografi.
Habitat merupakan tempat setiap makhluk hidup
menempati lingkungannya yang cocok (Andyana et
al., 2013). Menurut Jasin (1989), Habitat adalah tempat hidup suatu hewan untuk mencari makan atau melakukan
aktifitas hidup berdasarkan habitatnya, hewan vertebrata dan avertebrata
dikelompokkan menjadi hewan akuatik, semi-akuatik, terestrial dan aboreal.
Hewan aquatik merupakan hewan yang hidup di lingkungan perairan. Hewan
semi-aquatik merupakan hewan yang hidup di lingkungan perairan dan daratan
dengan rentang waktu yang seimbang. Hewan terestrial merupakan hewan yang
hidupnya di darat, sedangkan hewan aboreal hidupnya di pepohonan.
Avertebrata adalah hewan yang
tidak bertulang belakang, serta memiliki struktur morfologi dan anatomi lebih
sederhana daripada kelompok hewan bertulang belakang. sistem pencernaan, pernapasan dan peredaran darah lebih
sederhana dibandingkan hewan vertebrata. Menurut kondisi rongga tubuh, hewan avertebrata ada yang tidak memiliki
rongga tubuh, disebut Aselomata.
Hewan yang memiliki rongga tubuh semu, yaitu rongga tubuh belum dilengkapi
dengan peritonieum (mesoderm) yang
disebut Pseudoselomata. Hewan yang
telah memiliki rongga tubuh yang sempurna, yaitu telah memiliki peritonium di
bagian luar dan dalam untuk melindungi saluran pencernaan disebut Peritoneum visceralis atau selomata. Beberapa hewan
avertebrata mengalami proses metamerisme dan tagmatisasi (Suhardi, 1983).
Simetri adalah suatu keadaan pada tubuh organisme yang apabila dibagi
oleh suatu bidang tertentu maka kedua belahannya yang satu merupakan bayangan
cermin dari yang lain (Radiopoetro, 1983). Simetri tubuh terdiri atas dua bangun, yaitu simetri radial dan simetri
bilateral. Simetri radial adalah suatu tipe simetri pada tubuh yang secara
radial mengelilingi suatu sumbu pusat tunggal. Tubuh hewan, tidak jelas sisi
kanan dan kirinya, karena masing-masing busur sisi tubuh, identik terhadap
busur lainnya. Apabila suatu irisan diarahkan ke setiap dua radius yang
berlawanan, maka irisan tersebut akan membagi tubuh hewan avertebrata simetri
radial menjadi dua tengahan yang serupa. Contoh: hewan-hewan dari phyla
Cnidaria dan Ctenophora. Ctenophora adalah sebuah divisi dari metazoa laut. Morfologi ctenophore ditandai dengan adanya satu set delapan baris sisir yang disebut
dengan cilia dan digunakan untuk
berenang. Kebanyakan ctenophora
memiliki sepasang tentakel makanan yang mengandung
sel-sel khusus yang disebut perekat
colloblasts (Ryan et al., 2010). Hewan dengan simetri bilateral berarti
mampu menjadi dibelah dua menjadi dua bagian yang sama sehingga satu bagian
adalah bayangan cermin dari yang lain. Tubuh hewan simetri bilateral, menunjukan pembagian yang jelas antara
kepala, thoraks dan abdomen. Contoh : classis Insecta dari phylum Arthtropoda (Willmer,
1990).
Hewan
avertebrata ada yang terdiri atas segmen-segmen atau metamer. Segmen-segmen ini ada yang serupa dari depan ke
belakang (anteroposterior),gejala semacam ini yaitu tubuh hewan avertebrata tersusun oleh
suatu rangkaian segmen atau metamer, yang segaris sepanjang sumbu anteroposterior disebut mengalami metamerisme.
Masing-masing metamer penyusun tubuh hewan avertebrata
ini mirip
dalam konstruksi dan fungsinya. Umumnya hewan protostomata
bermetamer, masing-masing metamer atau disebut juga somit,dilewati oleh usus. Contoh : anggota dari phylum
Annelida (Pratt, 1935). Adapula avertebrata yang tubuhnya terdiri
atas penyatuan beberapa segmen menyusun
kepala, thoraks dan abdomen. Proses
penyatuan beberapa atau banyak
segmen dalam beragam kelompok-kelompok fungsi pada hewanbermetamer ini disebut mengalami
tagmatisasi. Masing-masing kelompok metamer atau tagma ini secara struktural dan fungsional berbeda
dengan tagmalainnya. Contoh : pada classis Insecta dan Crustacea memiliki tiga
tagma yaitukepala, thoraks dan abdomen yang masing-masing terdiri dari tiga
atau lebih metamer
(Pratt, 1935).
Suhardi (1983) menambahkan, Filum Annelida biasanya bertubuh panjang,
bersegmen dan memiliki rambut untuk bergerak. Kelas Insecta kebanyakan
dilengkapi sayap di daerah dada, tubuh mengalami tagmatisasi menjadi kepala,
dada dan perut, sedangkan kelas Crustacea umumnya hidup di air dan melakukan respirasi dengan insang. Filum Echinodermata memiliki tubuh simetrik
radial, umumnya pentameri yang mengelilingi oro-aboralis. Menurut Pawson (2007), Filum Echinodermata
memiliki ciri khas yang berbeda dari hewan lain, karena hewan ini memilki
kerangka kalsium karbonat dalam bentuk kalsit, memilki sebuah sistem
watervascular yang unik untuk menengahi makanan dan memiliki kurang atau lebih dari lima bagian simetri radial.
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam
praktikum acara pengenlan hewan avertebrata berdasarkan karakter morfologi dan
habitat adalah bak praparat, pinset, mikroskop, kamera, laporan
sementara, dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan
adalah Belalang (Valanga sp.), Bekicot
(Achatina fulica), Bintang laut (Parvulastra sp.), Bintang ular (Ophiocoma sp.), Cacing tanah (Pheretima sp.), Capung (Orthetrum sabina), Cumi-cumi (Loligo sp.), Luwing (Jullus sp.), Planaria (Dugesia sp.), Kepiting (Scylla sp.), Kalajengking (Heterometrus sp.), dan Udang (Macrobrachium sp.)
B. Metode
Metode yang dilakukan dalam
praktikum antara lain:
1.
Beberapa
spesimen hewan avertebrata yang sudah disiapkan diamati.
2.
Spesimen yang
sudah disiapkan diamati, digambar dan dideskripsikan berdasarkan ciri
morfologi.
3.
Tabel hasil
pengelompokan hewan avertebrata dilengkapi berdasarkan karakter yang diamati.
4.
Dari hasil
praktikum dibuat laporan sementara.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang
kelompok kami lakukan menunjukkan bahwa dari pengelompokan 12 hewan avertebrata, dalam pengelompokan tingkat
organisasi, semuanya sudah memiliki organ, untuk coelom dari 12 hewan
avertebrata hanya Planaria (Dugesia
sp.) yang tidak memiliki coelom (Acoelomata), untuk simetri tubuh yang
bilateral yaitu ada Planaria (Dugesia sp.),
Cumi-cumi (Loligo sp.), Bekicot(Achatina fulica), Kepiting(Scylla
sp.), Planaria(Dugesia sp.), Udang (Macrobrachium
sp.), Capung (Orthetrum sabina),
Belalang(Valanga sp.), Kalajengking(Heterometrus
sp.) dan Luwing(Jullus sp.) sedangkan
yang memiliki simetri radial hanya Bintang laut(Dugesia sp.) dan Bintang ular(Ophiocoma
sp.)
Hasil dari Hewan avertebrata yang
mengalami metamerisme yaitu Cacing
tanah(Pheretima sp.) sedangkan yang
mengalami tagmatisasi ada Kepiting(Scylla
sp.), Udang (Macrobrachium sp.), Kalajengking(Heterometrus sp.), Luwing(Jullus sp.), Capung (Orthetrum sabina) dan Belalang(Valanga sp.). Hewan avertebrta yang tidak mengalami metamerisme dan
tagmatisasi ada Planaria (Dugesia
sp.), Cumi-cumi (Loligo sp.), Bekicot(Achatina fulica), Bintang laut(Parvulastra sp.) dan Bintang ular (Ophiocoma sp.). Hasil dari praktikum
hewan avertebrata yang berhabitat akuatik terdiri dari Cumi-cumi(Loligo sp.), Kepiting(Scylla sp.), Planaria(Dugesia
sp.), Bintang laut(Dugesia sp.),
Bintang ular(Ophiocoma sp.), Udang (Macrobrachium sp.) untuk hewan yang
berhabitat semi-akuatik ada Capung (Orthetrum
sabina) dan Belalang(Valanga sp.),
sedangkan hewan yang berhabitat terestrial yaitu Kalajengking(Heterometrus sp.), Luwing(Jullus sp.) dan Bekicot(Achatina fulica) dan hewan yang
berhabitat sub-terran yaitu Cacing tanah (Pheretima
sp.)
Dari
hasil praktikum juga dapat dideskripsikan, Belalang adalah
serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera dan memiliki nama ilmiah Valanga sp. Belalang juga dikenal sebagai hewan hama yang
berhabitat semia-kuatik. Bagian-bagian yang terdapat dalam belalang yaitu
Antena, Mata facet (untuk
fotoreseptor), Mata Ocheli (untuk melihat), Mulut (tipe penggigit), Thorax , Membran tympani, Spirekel
(Untuk pernapasan/respirasi), Ovipositor, Kaki (Femur, Tibia, Talsus), Sayap
dalam dan sayap luar. Tubuh belalang memiliki simetri
bilateral, sudah memiliki coelom dan
mengalami tagmatisasi.
Bekicot atau Achatina
fulica termasuk dalam sub clasiss pulmonata dari clasiss gastropoda
yang merupakan kelompok mollusca yang sangat besar. Bekicot
merupakan siput darat yang berhabitat terestrial,
hidupnya di tanah atau di darat. Hewan ini termasuk pulmolata yang memiliki
ciri-ciri tidak memiliki insang, rongga mantel yang berfungsi sebagai peru-paru. Bekicot memiliki bentuk cangkang sederhana, yang spiralnya teratur, kadang-kadang
rudimenter. Tipe reproduksinya yaitu ovipar, namun ada beberapa vivipar. Tubuh bekicot memiliki simertri bilateral
dan sudah memiliki coelom. Bekicot juga tidak mengalami metomorfisme dan
tagmatisasi. Bagian-bagian yang terdapat pada bekicot yaitu Apex , Sutura,
Garis pertumbuhan, Tentakel ventral, Tentakel dorsal, Mata dan Kaki perut.
Capung merupakan kelompok serangga yang
tergolong Odonata dengan nama
ilmiah Orthetrum sabina. Capung berhabitat semi-akuatik. Serangga ini jarang berada jauh-jauh dari air,
air merupakan tempat mereka bertelur dan menghabiskan masa pra-dewasa
anak-anaknya. Capung menyebar luas di hutan-hutan, kebun sawah, sungai danau,
dan sebagainya. Capung mengalami tagmatisasi dan simetri
tubuhnya bilateral serta
sudah memiliki coelom. Bagian-bagian yang terdapat pada capung ada Sepal, Thorax, Abdomen, Mata facet (untuk
fotoreseptor), Mata Oceli (untuk melihat), Mulut (tipe penggigit dan
pengunyah), Sayap transparan, Nodus, Stigma, Tiga pasang kaki di thorax,
Terminal abdomen.
Kalajengking merupakan
artropoda beracun yang memiliki nama ilmiah Heterometrus sp. Kalajengking termasuk hewan terestrial yang biasanya muncul
pada malam hari. Kalajengking
memiliki tubuh panjang dan ekor beruas yang berujung sebagai penyengat racun. Penyengat digunakan untuk mempertahankan
diri. Kaki kalajengking
terdiri dari empat pasang dan sepasang pedipalpi (pedipalpus) dengan bentuk
seperti pinset di ujung yang digunakan untuk menangkap mangsa. Kalajengking jantan setelah membuahi kalajengking
betina, akan dimatikan oleh
kalajengking betina kemudian dimakan. Kalajengking termasuk
vivipar dan anak yang dilahirkan biasanya digendong diatas punggung induk. Tubuh kalajengking terdiri atas dua bagian yaitu prosoma dan opithosoma.
Prosoma ditutup karapax, tidak bersegmen dan terletak disebelah anterior.
Opisthosoma disebelah posterior, bersegmen dan berakhir pada satu telson yang
bentuknya berubah menjadi sengat. Opisthosoma dibagi lagi menjadi mesosoma yang
lebar disebelah anterior dan metasoma yang panjang tapi sempit seperti ekor
disebelah posterior . Tubuh
kalajengking memiliki simetri bilateral,
sudah memiliki coelom dan mengalami tagmatisasi.
Cacing
atau Pheretima sp. mempunyai tubuh bersegmen (metameri), setiap
segmen mempunyai organ tubuh (sistem pencernaan, otot, pembuluh darah). Habitat cacing tanah berada di dalam tanah
(sub-terran). Alat reproduksi cacing tanah hermaprodit. Bagian-bagian
tubuhnya yaitu prostenum dan peristonium berfungsi untuk respirasi, Klitellum berfungsi untuk melindungi
kokon(telur cacing), Postenium dan
Anus. Tubuh cacing tanah memiliki
simetri bilateral, sudah memiliki
coelom dan mengalami metamerisme. Sistem pencernaan sempurna (memiliki
anus). sistem peredaran darah tertutup. Cacing mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia yaitu dalam bidang pertanian karena cacing
tanah (Kelas Oligochaeta) yang mampu meningkatkan kesuburan tanah.
Cumi-cumi merupakan hewan bertubuh lunak dengan tubuh berbentuk
silindris dan berhabitat akuatik. Cumi-cumi masuk ke dalam Cephalopoda
dengan nama ilmiah Loligo sp.
Sirip-siripnya berbentuk trianguler atau radar yang menjadi satu pada ujungnya.
Cumi-cumi memiliki 8 ekstrimitas dan 2 kaki yang dilengkapi dengan
sucker atau penghisap. Tubuh terdiri dari isi rongga tubuh (visceral
mass) dan mantel. Lapisan isi rongga tubuh berbentuk silinder
dengan dinding sebelah dalam tipis dan halus. Mantel yang dimilikinya berukuran
tebal, berotot, dan menutupi isi rongga tubuh pada seluruh isi serta mempunyai
tepi yang disebut leher. Cumi-cumi berhabitat akuatik akuatik dengan simetri tubuh bilateral dan mengalami
tagmatisasi.
Kepiting atau Scylla sp. masuk dalam class malacostrata yang berhabitat akuatik. Kepiting
memiliki tiga pasang kaki jalan, dua pasang kaki dayung dan satu pasang capid
yang kuat. Kepiting memiliki rangka luar yang keras sehingga mulutnya tidak
dapat dibuka lebar. Simetri tubuhnya
bilateral, sudah memiliki coelom dan mengalami tagmatisasi. Tubuh
kepiting dilindungi oleh kerangka luar yang sangat keras, tersusun dari kitin. Kepiting memiliki leber karapax yang lebih
besar daripada panjang tubuhnya dengan permukaan agak licin. Bagian-bagian yang
ada pada kepiting yaitu Mata, Rostrum, Antenulla, Karapax, Dactylus, Propondus,
Carpus, Merus, Kaki jalan, dan kaki renang.
Bintang ular adalah hewan dari filum Echinodermata,
yang memiliki hubungan dekat dengan Bintang laut. Bintang
ular memiliki nama ilmiah Ophiocoma
sp. Hewan berjalan di dasar laut
dengan menggunakan lengan fleksibel untuk bergerak. Bintang ular umumnya
memiliki lima lengan yang sama
panjang dan berbentuk seperti cambuk. Bintang ular tidak memiliki anus ataupun usus. Kelamin pada bintang ular terpisah pada
kebanyakan spesies. Bintang ular
memiliki gonad yang gamet disebar
oleh bursal sacs. Hewan ini
tidak memiliki mata tetapi mempunyai kemampuan untuk merasakan cahaya
melalui reseptor pada epidermis.
Bintang ular memiliki kemampuan untuk meregenerasi kaki yang putus. Kemampuan tersebut digunakan untuk melarikan diri
dari predator. Bintang ular terdapat
pada habitat akuatik, simetri tubuhnya radial, hewan tersebut tidak mengalami
metamerisme ataupun tagmatisasi tetapi sudah memiliki coelom.
Bintang laut atau Parvulastra sp. termasuk dalam class Asteroidea. Bintang laut
berhabitat akuatik memiliki simetri tubuh radial, sudah memiliki coelom, tidak
mengalami metamerisme dan tagmatisasi. Tubuh bintang laut atas lima lengan atau
lebih yang tersusun secara radial. Setiap ujung lengan terdapat alat sensor.
Permukaan tubuh bagian atas ditutupi duri-duri tumpul. Mulut bintang laut
terdapat pada permukaan bawah yang disebut permukaan oral sedangkan letak anus
terletak pada bagian atas. Bintang laut
madreporit yang merupakan sejenis lubang yang mempunyai saringan dalam
menghubungkan air laut dengan sistem pembuluh air dan lubang kelamin.
Luwing termasuk dalam class myriapoda yang
memiliki nama ilmiah Jullus sp. Luwing
berhabitat terestrial mempunyai tubuh panjang dan dua pasang kaki pada
setiap segmennya. Luwing memiliki simetri tubuh bilateral dan mengalami
metamerisme. Luwing sudah memiliki
coelom ,tubuhnya yang terbagi atas dua
bagian, kepala disebelah depan dan bagian tubuh yang panjang dibelakang. Tubuh
luwing terdiri dari segmen-segmen tubuh berbentuk cincin. Bagian-bagian yang
terdapat pada luwing ada mata, antena, kepala, collum, thorax, abdomen, kaki
jalan dan telson.
Planaria merupakan hewan yang masuk dalam
class Tubellaria memiliki nama ilmiah Dugesia
sp. Planaria berhabitat akuatik sering ditemukan dalam perairan yang jernih. Planaria hidup bebas di perairan yang
dingin, jernih dan mengalir dengan arus yang tidak deras dan terlindung oleh
sinar matahari. Tubuh planaria berbentuk pipih, memanjang dan lunak. Bagian
anterior kepala planaria berbentuk
segi tiga memiliki dua buah bintik mata (eye spot) berfungsi untuk membedakan
intensitas cahaya. Planaria memiliki kemampuan yang kuat dalam hal meregenerasi, bila cacing
tersebut mengalami luka baik secara alami maupun secara buatan, bagian tubuh
manapun yang mengalami kerusakan akan diganti dengan yang baru. Planaria tidak mengalami metamerisme dan
tagmatisasi.
Udang
termasuk dalam class Malacostraca. Udang memiliki nama ilmiah Macrobrachium sp. Kepala dan badannya
ditutupi oleh kulit keras berupa cangkang kepala yang disebut karapax. Udang
berhabitat akuatik. Simetri tubuhnya bilateral dan mengalami tagmatisasi. Bagian-bagian
yang terdapat dalam udang ada Cephalothorax, Rostrum, Karapax, Antena,
Antenulla, Pleura (bagian yang dapat dimakan), Periopod (kaki jalan), Pleopod
(kaki renang), Telson, Merus, Carpus, Propondus, Dactylus (Capid yang dapat
digerakkan), Polex (Capid yang tidak dapat digerakkan) dan Mata.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan Hasil dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Dari pengelompokan 12 hewan avertebrata,
dalam pengelompokan tingkat organisasi, semuanya sudah memiliki organ, untuk
coelom dari 12 hewan avertebrata hanya Planaria (Dugesia sp.) yang tidak memiliki coelom (Acoelomata), untuk simetri
tubuh yang bilateral yaitu ada Planaria (Dugesia
sp.), Cumi-cumi (Loligo sp.),
Bekicot(Achatina fulica), Kepiting(Scylla sp.), Planaria(Dugesia
sp.), Udang (Macrobrachium sp.),
Capung (Orthetrum sabina) dan
Belalang(Valanga sp.), Kalajengking(Heterometrus sp.) dan Luwing(Julus sp.) sedangkan yang memiliki
simetri radial hanya Bintang laut(Dugesia
sp.) dan Bintang ular(Ophiocoma sp.)
2. Hewan avertebrata yang berhabitat akuatik berhabitat
akuatik terdiri dari Cumi-cumi(Loligo
sp.), Kepiting(Scylla sp.), Planaria(Dugesia
sp.), Bintang laut(Dugesia sp.),
Bintang ular(Ophiocoma sp.), Udang (Macrobrachium sp.) untuk hewan yang
berhabitat semi-akuatik ada Capung (Orthetrum
sabina) dan Belalang(Valanga
sp.), sedangkan hewan yang berhabitat terestrial yaitu Kalajengking(Heterometrus sp.), Luwing(Jullus sp.) dan Bekicot(Achatina fulica) dan hewan yang
berhabitat sub-terran yaitu Cacing tanah (Pheretima
sp.).
3. Hewan yang mengalami metamerisme yaitu
Cacing tanah(Pheretima sp.) sedangkan
yang mengalami tagmatisasi ada Kepiting(Scylla
sp.), Udang (Macrobrachium sp.),
Kalajengking(Heterometrus sp.),
Luwing(Jullus sp.), Capung (Orthetrum sabina) dan Belalang(Valanga sp.). Hewan avertebrta yang tidak mengalami metamerisme dan
tagmatisasi ada Planaria (Dugesia
sp.), Cumi-cumi (Loligo sp.),
Bekicot(Achatina fulica), Bintang
laut(Parvulastra sp.) dan Bintang
ular (Ophiocoma sp.)
B. Saran
Seharusnya jam praktikum ditambahi lagi, karena
jam yang disediakan tidak cukup untuk menyelesaikan praktikum sehingga masih
belum selesai menggambar preparatnya.
DAFTAR REFERENSI
Andyana, Ni W. I dan
Willa, Rubben W. 2013. Fauna Yang Hidup Pada Larva Anopheles Pada Habitat Larva Anopheles Di Kabupaten
Sumba Barat Daya. Jurnal Penyakit
bersumber binatang 1(1): 9-15.
Bullough, W. S.
1960. Practical Invertebrate Anatomy.
St Martin’s Press: New York.
Jasin, M.
1989. Sistematik Hewan Invertebrata dan
Vertebrata.Sinar Wijaya:
Surabaya.
King, B., M. Woodcock, and
E.C. Dickinson. 1975. A Field Guide to The Birds of South-East Asia.
Collins: London.
Pawson, David L. 2007. Phylum
Echinodermata. Zootaxa1668: 749–764.
Pratt
H S. 1935. A Manual of The Common
Invertebrates Animals. McGraw Hill. Company Inc, New York.
Radiopoetro. 1983. Zoologi. Erlangga, Jakarta.
Radiopoetro. 1991. Zoologi. Erlangga, Jakarta.
Ryan F, Joseph.
Pang, Kevin. Mullikin C, James. Mark Q Martindale Q, Mark. Baxevanis D,
Andreas. 2010. The homeodomain complement
of the ctenophore Mnemiopsis leidyi suggests that Ctenophora and Porifera
diverged prior to the ParaHoxozoa. United States Government; licensee
BioMed Central Ltd.
Suhardi. 1983. Evolusi Avertebrata. UI-Press: Jakarta
Willmer, PG (1990). Invertebrate Relationships : Patterns
in Animal Evolution. Cambridge University Press: Cambridge.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar