Super Junior - Donghae

Kamis, 27 Maret 2014

LAPORAN FISHEW 1 LAJU DIGESTI PADA IKAN


LAJU DIGESTI PADA IKAN




Oleh:
ANDRIANI DIAH IRIANTI





LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I






KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2013


                                                                                                       I.    PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Laju digesti merupakan laju kecepatan pemecahan makanan dalam tubuh dari molekul yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana, selanjutnya akan diabsorpsi oleh tubuh. Proses digesti yang terjadi dalam lambung dapat diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung. Lambung merupakans uatu organ tubuh hewan yang berperan dalam proses pencernaan, penyaringan makanan yang masuk ke dalam tubuh, menetralisir racun yang ada dalam makanan, dan membuang zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh (Elliot, 1997).
Proses digesti pada ikan dimulai dari lambung, dilanjutkan ke intestine kemudian berakhir pada anus yang merupakan lubang ekskresi. Praktikum ini menggunakan preparat ikan lele (Clarias batrachus) karena ikan ini memiliki lambung dan mudah didapat. Ikan lele (Clarias batrachus) termasuk ke dalam golongan carnivora.  Pakan alaminya terdiri dari plankton, udang-udangan kecil,  siput,  cacing,  jentik nyamuk dan lain sebagainya. Ketika dibudidayakan di kolam, makanan tambahannya dapat berupa dedak halus, sisa-sisa dapur, daging bekicot, belatung, dan pelet. Oleh karena itu, lele digolongkan sebagai pemakan segala (omnivora). Namun pendapat lain mengatakan bahwa lele lebih bersifat sebagai pemakan daging (karnivora). Lele juga digolongkan sebagai pemakan bangkai (scavenger) dan bersifat nokturnal (Santoso, 1994).

1.2   Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk melihat laju digesti atau pengosongan lambung pada ikan Lele (Clarias batrachus).










                                                                                         II.   MATERI DAN CARA KERJA
2.1   Materi
Alat–alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah akuarium kaca berukuran 30 x 50 x 30 cm, gunting, pinset, baki, dan timbangan analitik.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah ikan Lele besar (Clarias batrachus), dan pakan ikan (pelet).

2.2   Cara Kerja
1.    Akuarium disiapkan dan diisi dengan air setinggi 25 cm, kemudian diberi aerasi.
2.    Ikan Lele ditebarkan dengan ukuran yang seragam pada akuarium yang telah disediakan.
3.    Ikan Lele diberi pakan (pelet) secukupnya, kemudian ikan dibiarkan mengkonsumsi pakan selama 15 menit.
4.    Salah satu ikan Lele besar diambil dari akuarium dan dilakukan pembedahan untuk mengambil lambung ikan. Setelah lambung diambil, lambung ikan ditimbang untuk mengetahui bobot lambung. Bobot lambung yang diperoleh dinyatakan sebagai bobot lambung dalam keadaan kenyang atau 0 jam setelah makan (Bx).
5.    30 menit setelah pemberian makan, salah satu ikan Lele besar diambil dari akuarium dan ikan dibedah seperti prosedur di atas. Bobot lambung yang diperoleh selanjutnya dinyatakan dalam persentase bobot lambung pada waktu 30 menit setelah makan terhadap bobot lambung pada waktu kenyang (By).
6.    Prosedur di atas dilakukan kembali untuk ikan Lele yang lain pada waktu 60 menit setelah pemberian pakan (Bz).
7.    Data hasil pengamatan diplotkan dalam bentuk grafik hubungan antara lama pengamatan dengan persentase bobot lambung.




                                                                                         III.   HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1  Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Laju Digesti pada Ikan Lele (Clarias batrachus)
Kelompok
0 menit
30 menit
60 menit
Bobot lambung (Bx)
 % Bx
Bobot lambung (By)
% By
Bobot lambung (Bz)
% Bz
1
0,2938 g
100%
0,43 g
182,9%
0,2744 g
114,67%
2
1,21 g
100%
1,23 g
101%
1,68 g
138%
3
0,6937 g
100%
0,8138 g
117%
1,1017 g
158%
4
1,8 g
100%
1,77 g
98,33%
1,4 g
77,77%
5
1,9 g
100%
0,89 g
89%
0,64 g
64%
Rata-rata
1,1795 g
100%
1,02676 g
117,646%
1,01922 g
110,488%
                                   
Perhitungan :
Diketahui : Bx = 0,6937 gram
                  By = 0,8138 gram
                  Bz = 1,1017 gram
Berat 0 menit (Bx %) =  Bx x 100 % =  0,6937 g  x 100% =100%
  Bx                   0,6937 g

Berat 30 menit (By %)            = By x 100% = 0,8138g x 100 %    = 117%
 Bx                  0,6937 g

berat 60 menit (Bz %) = Bz x 100% = 1,1017 g x 100%     = 158%
 Bx                  0,6937g



3.2  Pembahasan
Praktikum kali ini mengamati bobot lambung ikan Lele (Clarias batrachus) dengan selang waktu selama 0, 30, 60 menit. Berdasarkan hasil praktikum rombongan 2 diperoleh rata-rata dari 5 kelompok data perbandingan bobot lambung pada ikan Lele yang sebelumnya diberi makan berupa pelet pada waktu 0 menit (Bx), 30 menit (By), dan 60 menit (Bz) diperoleh hasil pada 0 menit 1,1795 g, 30 menit 1,02676 g dan 60 menit 1,01922 g. Hal ini menunjukkan bahwa laju pengosongan lambung pada ikan Lele naik turun, seharusnya semakin lama waktu laju digesti seharusnya turun. Hasil pengamatan kali ini tidak sesuai dengan pustaka yaitu, semakin lama waktu pengukuran setelah diberi pakan maka semakin kecil bobot lambung. Hal ini karena molekul besar telah banyak yang didigesti menjadi molekul yang lebih kecil dan telah banyak diserap oleh usus (Yuwono, 2001). Nilai laju digesti jika memiliki nilai presentase naik itu dikarenakan jumlah pakan yang di berikan mendekati kapasitas tamping lambung ikan sehingga pakan yang diberikan dapat dikonsumsi dan dicerna dengan sempurnaoleh ikan.
Digesti adalah proses pemecahan zat makanan yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana. Proses digesti memerlukan waktu dalam mencernakan makanannya, dan waktu yang diperlukan untuk mencernakan makanan itu disebut laju digesti (Santoso, 1994). Kondisi lingkungan yang optimal pada pertumbuhan ikan ditentukan oleh jumlah dan mutu pakan yang dikonsumsi. Pakan yang dikonsumsi untuk dapat digunakan dalam proses biosintesis yang menghasilkan pertumbuhan harus melalui proses pencemaan dan penyerapan pada saluran pencernaan terlebih dahulu. Dengan demikian, kondisi saluran pencernaan memegang peranan penting dalam mengubah pakan (senyawa kompleks) menjadi nutrien (senyawa sederhana) sebagai bahan baku dalam proses biosintesis tersebut (Yandes et al., 2003).
Sistem pencernaan dari ikan lele terdiri atas mulut, lambung, usus, dan dikeluarkan melalui porus urogenitalis. Usus ikan lele panjang karena termasuk ikan omnivora. Menurut Storer and Usinger (1961), sistem pencernaan ikan terdiri dari rahang ikan mempunyai banyak gigi kecil berbentuk kerucut untuk mengunyah makanan dan lidah kecil dalam di dasar rongga mulut membantu gerakan respirasi. Farink disebelah sisi terdapat insang dan sebelah samping oesophagus pendek yang mengikuti hingga timbul lambung atau gastrum. Pyloric value terpisah belakang dari intestine. Tiga tubular pyloric caeca yang berfungsi mengabsorpsi, mengambil ke intestine. Tiga hati besar di dalam rongga tubuh dengan kantung empedu dan saluran ke intestine serta pankreasnya tidak jelas dikeluarkan melalui porus urogenitalis. Usus ikan lele panjang karena termasuk ikan omnivora. Menurut Storer and Usinger (1961), sistem pencernaan ikan terdiri dari rahang ikan mempunyai banyak gigi kecil berbentuk kerucut untuk mengunyah makanan dan lidah kecil dalam di dasar rongga mulut membantu gerakan respirasi. Farink terdapat insang di sisi dan samping lalu ke oesophagus pendek mengikut ihingga timbul lambung atau gastrum. Pyloric value terpisah belakang dari intestine.Tiga tubular pyloric caeca yang berfungsi mengabsorpsi, mengambi lke intestine.Tiga hati besar di dalam rongga tubuh dengan kantung empedu dan saluran ke intestine serta pancreas nya tidak jelas.
Variasi kecepatan digesti ikan tergantung pada spesies, tipe dan banyaknya makanan, dan suhu. Beberapa kasus, ditemukan bahwa ikan yang kecil dapat mencerna makanan dengan waktu yang lebih cepat daripada ikan yang lebih besar. Suhu berpengaruh pada kecepatan sekresi enzim pencernaan selama absorpsi makanan, fungsi dari system digesti (Fenerci and Saner, 2005). Laju digesti pada umumnya berkolerasi dengan laju metabolisme ikan. Semakin lama waktu, maka isi lambung (BLR) semakin berkurang sehingga bobot tubuh ikan berkurang. Laju pengosongan lambung  dipengaruhi juga oleh pakan yang dikonsumsi oleh ikan . Jika pakan ikan yang dicerna berasal dari pakan ikan yang nabati, maka laju pengosongan ikan akan tergantung pada  seberapa besar ikan tersebut memakan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, sebab pada  makanan tersebut yang mengandung bahan ekstrak dari tumbuh-tumbuhan mengandung dinding sel yang mengandung selulosa sehingga ikan akan susah untuk mencerna, sedangkan pada pakan ikan yang berasal dari pakan  ikan hewani proses pencernaannya akan  mudah (Lagler, 1977).
Pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan dialokasikan untuk berbagai keperluan, diantaranya untuk tumbuh, mengganti jaringan yang rusak, aktivitas gerak, metabolise dan untuk pembentukan gonad pada ikan dewasa. Pakan yang berlebihan akan menyebabkan pemborosan dan meningkatkan jumlah sisa pakan. Fungsi pakan yang digunakan pada ikan adalah untuk proses metabolisme untuk menghasilkan energi yang digunakan oleh ikan untuk aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Pengosongan pada lambung terjadi terus menerus selama pencernaan lambung berlangsung. Sering kali pada interval yang tidak teratur, lambung didorong ke arah usus oleh kontraksi lambung sehingga menyebabkan tekanan pada lambung meningkat. Lambung juga terdapat sphincter pylori yang berfungsi untuk mencegah regurgitasi (alur balik) duodenum dan kurang berarti dalam pengosongan lambung (Kay,1998).
Suhu, ukuran partikel makanan, dan metode experimental merupakan faktor penting yang mempengaruhi pengukuran tingkat evakuasi lambung. Jika suhu air naik, maka tingkat evakuasi lambung umumnya meningkat secara eksponensial sampai mencapai maksimum hampir melebihi batas toleransi suhu dari spesies. Selain itu, terdapat variabel lain yang mempengaruhi tingkat pencernaan, antara lain ukuran makanan, jenis mangsa, ukuran predator, dan jumlah makanan dalam perut predator (Wurtsbaugh, 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengosongan lambung bermacam-macam, diantaranya adalah sifat fisik makanan. Jika Makanan kasar, maka pengosongan lambung akan lambat. Jika tekanan osmotik lambung meningkat, maka pengosongan akan cepat. Viskositas lambung meningkat maka pengosongan akan lambat, karena lemak mengakibatkan empedu meningkat sehingga enterogastron meningkat dan gerak lambung menurun. Jika volume meningkat (semakin asam), maka pengosongan akan lambat sebab kontak usus dengan asam lambung akan terjadi reflek inhibisi usus. Jika lemak dalam lambung meningkat, maka pengosongan lambung berjalan lambat (Zonneveld,1991).
Menurut Mujiman (1984) laju pengosongan lambung atau laju digesti dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya bobot atau ukuran tubuh ikan, jenis kelamin, aktivitas ikan, temperatur lingkungan dan air, musim, waktu siang dan malam, intesitas cahaya, ritme internal dan kualitas pakan. Selain itu, dipengruhi juga oleh faktor-faktor kimia yang terdapat dalam perairan yaitu kandungan O2, CO2, H2S, pH dan alkalinitas. Biasanya semakin banyak aktivitas ikan, maka akan semaikin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak jumlahnya.

                                                                                                        IV.   KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.    Laju digesti adalah waktu yang diperlukan oleh ikan untuk mencerna makanan dan mengosongkan lambungnya.
2.    Faktor-faktor yang mempengaruhi laju digesti pada ikan adalah bobot atau ukuran tubuh ikan, jenis kelamin, aktivitas ikan, temperatur lingkungan dan air, musim, waktu siang dan malam, intesitas cahaya, ritme internal dan kualitas pakan. Selain itu, dipengaruhi juga oleh faktor-faktor kimia yang terdapat dalam perairan yaitu kandungan O2, CO2, H2S, pH dan alkalinitas.


DAFTAR REFERENSI
Elliot, W. H and Elliot, D. C. 1997. Biochemistry and Moleculer Biology. Oxford University Press. Inc, New York.
Fenerci, S and Erdan S. 2005. In Vitro Protein Digestibility of Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum, 1972) Fed Steam Pressured or Extruded Feeds. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 5 : 17-22.
Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Bioscientific Publisher. Springer Verley, New York
Lagler, K. F. 1977. Ichtiology. Jhon Wiley and sons, New York.
Mujiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Santoso, B. 1994. Petunjuk Praktis Budidaya Lele Dumbo dan Lokal. Kanisius, Yogyakarta.
Storer, T and Usinger, R. 1961. Elements of Zoology. McGraw Hill Book Company, London.
Wurtsbaugh, W. A. 1993. An Empirical Model of Gastric Evacuation Rates for Fish and an Analysis of Digestion in Piscivorous Brown Trout. Transactions of the American Fisheries Society 122: 7 17-730.
Yandes, Z., Ridwan A dan Ing M. 2003. Pengaruh Pemberian Selulosa dalam Pakan terhadap Kondisi Biologis Benih Ikan Gurami (Osphronemus gourami Lea). Jurnal Iktiologi Indonesia 3(1) : 27-33.
Zonneveld, N. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar