LAJU DIGESTI
PADA IKAN
Oleh:
ANDRIANI DIAH IRIANTI
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI
HEWAN I
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Laju digesti merupakan laju kecepatan pemecahan makanan dalam tubuh dari molekul yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana, selanjutnya akan diabsorpsi oleh tubuh. Proses digesti yang
terjadi dalam lambung dapat diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung. Lambung merupakans uatu organ tubuh hewan yang berperan dalam proses pencernaan, penyaringan makanan yang masuk ke dalam tubuh, menetralisir racun yang ada dalam makanan, dan membuang zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh (Elliot, 1997).
Proses digesti pada ikan dimulai dari lambung,
dilanjutkan ke intestine kemudian berakhir pada anus yang merupakan lubang
ekskresi. Praktikum ini menggunakan preparat ikan lele (Clarias batrachus) karena ikan ini memiliki lambung dan mudah
didapat. Ikan
lele (Clarias batrachus) termasuk ke dalam golongan carnivora. Pakan alaminya terdiri
dari plankton, udang-udangan kecil,
siput, cacing, jentik nyamuk dan lain sebagainya. Ketika dibudidayakan di kolam,
makanan tambahannya dapat berupa dedak halus, sisa-sisa dapur, daging bekicot,
belatung, dan pelet. Oleh karena itu, lele digolongkan sebagai pemakan segala
(omnivora). Namun pendapat lain mengatakan bahwa lele lebih bersifat sebagai
pemakan daging (karnivora). Lele juga digolongkan sebagai pemakan bangkai (scavenger) dan bersifat nokturnal
(Santoso, 1994).
1.2 Tujuan
Tujuan
dari praktikum kali ini adalah untuk melihat laju digesti atau pengosongan
lambung pada ikan Lele (Clarias batrachus).
II. MATERI
DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat–alat
yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah akuarium kaca berukuran 30 x 50
x 30 cm, gunting, pinset, baki, dan timbangan analitik.
Bahan-bahan
yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah ikan Lele besar (Clarias batrachus), dan pakan ikan
(pelet).
2.2 Cara
Kerja
1.
Akuarium
disiapkan dan diisi dengan air setinggi 25 cm, kemudian diberi aerasi.
2.
Ikan
Lele ditebarkan dengan ukuran yang seragam pada akuarium yang telah disediakan.
3.
Ikan
Lele diberi pakan (pelet) secukupnya, kemudian ikan dibiarkan mengkonsumsi
pakan selama 15 menit.
4.
Salah
satu ikan Lele besar diambil dari akuarium dan dilakukan pembedahan untuk
mengambil lambung ikan. Setelah lambung diambil, lambung ikan ditimbang untuk
mengetahui bobot lambung. Bobot lambung yang diperoleh dinyatakan sebagai bobot
lambung dalam keadaan kenyang atau 0 jam setelah makan (Bx).
5.
30
menit setelah pemberian makan, salah satu ikan Lele besar diambil dari akuarium
dan ikan dibedah seperti prosedur di atas. Bobot lambung yang diperoleh
selanjutnya dinyatakan dalam persentase bobot lambung pada waktu 30 menit
setelah makan terhadap bobot lambung pada waktu kenyang (By).
6.
Prosedur
di atas dilakukan kembali untuk ikan Lele yang lain pada waktu 60 menit setelah
pemberian pakan (Bz).
7.
Data
hasil pengamatan diplotkan dalam bentuk grafik hubungan antara lama pengamatan
dengan persentase bobot lambung.
III. HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1.
Hasil Pengamatan Laju Digesti pada Ikan Lele (Clarias batrachus)
|
Kelompok
|
0 menit
|
30 menit
|
60 menit
|
|||
|
Bobot lambung (Bx)
|
% Bx
|
Bobot lambung (By)
|
% By
|
Bobot lambung (Bz)
|
% Bz
|
|
|
1
|
0,2938 g
|
100%
|
0,43 g
|
182,9%
|
0,2744 g
|
114,67%
|
|
2
|
1,21 g
|
100%
|
1,23 g
|
101%
|
1,68 g
|
138%
|
|
3
|
0,6937 g
|
100%
|
0,8138 g
|
117%
|
1,1017 g
|
158%
|
|
4
|
1,8 g
|
100%
|
1,77 g
|
98,33%
|
1,4 g
|
77,77%
|
|
5
|
1,9 g
|
100%
|
0,89 g
|
89%
|
0,64 g
|
64%
|
|
Rata-rata
|
1,1795 g
|
100%
|
1,02676 g
|
117,646%
|
1,01922 g
|
110,488%
|
Perhitungan :
Diketahui
: Bx = 0,6937 gram
By = 0,8138 gram
Bz = 1,1017 gram
Berat
0 menit (Bx %) = Bx x 100 % = 0,6937 g
x 100% =100%
Bx 0,6937 g
Berat
30 menit (By %) = By x
100% = 0,8138g x 100 % = 117%
Bx 0,6937 g
berat
60 menit (Bz %) = Bz x 100% = 1,1017 g x 100% = 158%
Bx 0,6937g
3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini mengamati bobot lambung ikan Lele (Clarias batrachus) dengan selang waktu
selama 0, 30, 60 menit. Berdasarkan
hasil praktikum rombongan 2
diperoleh rata-rata dari 5 kelompok data
perbandingan bobot lambung pada ikan Lele yang sebelumnya diberi makan berupa
pelet pada waktu 0 menit (Bx), 30 menit (By), dan 60 menit (Bz) diperoleh hasil
pada 0 menit 1,1795 g, 30 menit 1,02676 g dan 60 menit 1,01922 g. Hal ini menunjukkan bahwa
laju pengosongan lambung pada ikan Lele naik turun, seharusnya semakin lama waktu laju digesti
seharusnya turun. Hasil pengamatan kali ini tidak sesuai dengan pustaka yaitu, semakin lama
waktu pengukuran setelah diberi pakan maka semakin kecil bobot lambung. Hal ini
karena molekul besar telah banyak yang didigesti menjadi molekul yang lebih
kecil dan telah banyak diserap oleh usus
(Yuwono,
2001). Nilai
laju digesti jika memiliki nilai presentase naik itu dikarenakan jumlah pakan
yang di berikan mendekati kapasitas tamping lambung ikan sehingga pakan yang
diberikan dapat dikonsumsi dan dicerna dengan sempurnaoleh ikan.
Digesti adalah proses pemecahan zat
makanan yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana. Proses digesti
memerlukan waktu dalam mencernakan makanannya, dan waktu yang diperlukan untuk
mencernakan makanan itu disebut laju digesti (Santoso, 1994). Kondisi
lingkungan yang optimal pada pertumbuhan ikan ditentukan oleh jumlah dan mutu
pakan yang dikonsumsi. Pakan yang dikonsumsi untuk dapat digunakan dalam proses
biosintesis yang menghasilkan pertumbuhan harus melalui proses pencemaan dan
penyerapan pada saluran pencernaan terlebih dahulu. Dengan demikian, kondisi saluran
pencernaan memegang peranan penting dalam mengubah pakan (senyawa kompleks)
menjadi nutrien (senyawa sederhana) sebagai bahan baku dalam proses biosintesis
tersebut (Yandes et al., 2003).
Sistem pencernaan dari ikan lele terdiri atas mulut,
lambung, usus, dan dikeluarkan melalui porus urogenitalis. Usus ikan lele
panjang karena
termasuk ikan omnivora. Menurut Storer and Usinger (1961), sistem
pencernaan ikan terdiri dari rahang ikan mempunyai banyak gigi kecil berbentuk
kerucut untuk mengunyah makanan dan lidah kecil dalam di dasar rongga mulut
membantu gerakan respirasi. Farink disebelah sisi
terdapat insang dan sebelah samping oesophagus
pendek
yang mengikuti hingga timbul lambung atau gastrum. Pyloric
value terpisah belakang dari intestine. Tiga tubular pyloric caeca yang
berfungsi mengabsorpsi, mengambil ke intestine. Tiga hati besar di dalam rongga
tubuh dengan kantung empedu dan saluran ke intestine serta pankreasnya tidak
jelas dikeluarkan melalui porus urogenitalis. Usus ikan lele panjang karena termasuk ikan omnivora. Menurut Storer
and Usinger (1961), sistem pencernaan ikan terdiri dari rahang ikan mempunyai banyak gigi kecil berbentuk kerucut untuk mengunyah makanan dan lidah kecil dalam
di dasar rongga mulut membantu gerakan respirasi. Farink terdapat insang
di sisi dan samping lalu ke oesophagus pendek mengikut ihingga timbul lambung atau gastrum. Pyloric
value terpisah belakang dari
intestine.Tiga tubular pyloric caeca yang berfungsi mengabsorpsi,
mengambi lke intestine.Tiga hati besar
di dalam rongga tubuh dengan kantung empedu dan saluran ke
intestine serta pancreas nya tidak
jelas.
Variasi kecepatan digesti ikan tergantung pada spesies, tipe dan banyaknya makanan, dan suhu. Beberapa kasus, ditemukan bahwa ikan yang kecil dapat mencerna makanan dengan waktu yang lebih cepat daripada ikan yang lebih besar. Suhu berpengaruh pada kecepatan sekresi enzim pencernaan selama absorpsi makanan, fungsi dari system digesti (Fenerci and Saner,
2005). Laju digesti pada umumnya berkolerasi dengan laju metabolisme ikan.
Semakin lama waktu, maka isi lambung (BLR) semakin berkurang
sehingga bobot tubuh ikan berkurang. Laju pengosongan lambung dipengaruhi juga oleh pakan yang dikonsumsi
oleh ikan . Jika pakan ikan yang dicerna berasal dari pakan ikan yang nabati,
maka laju pengosongan ikan akan tergantung pada
seberapa besar ikan tersebut memakan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,
sebab pada makanan tersebut yang mengandung
bahan ekstrak dari tumbuh-tumbuhan mengandung dinding sel yang mengandung
selulosa sehingga ikan akan susah untuk mencerna, sedangkan pada pakan ikan
yang berasal dari pakan ikan hewani proses
pencernaannya akan mudah (Lagler, 1977).
Pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan
dialokasikan untuk berbagai keperluan, diantaranya untuk tumbuh, mengganti
jaringan yang rusak, aktivitas gerak, metabolise dan untuk pembentukan gonad
pada ikan dewasa. Pakan yang berlebihan akan menyebabkan pemborosan dan
meningkatkan jumlah sisa pakan. Fungsi pakan yang digunakan pada ikan
adalah untuk proses metabolisme untuk menghasilkan energi yang digunakan oleh
ikan untuk aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Pengosongan pada lambung
terjadi terus menerus selama pencernaan lambung berlangsung. Sering kali pada
interval yang tidak teratur, lambung didorong ke arah usus oleh kontraksi
lambung sehingga menyebabkan tekanan pada lambung meningkat. Lambung juga
terdapat sphincter pylori yang berfungsi untuk mencegah
regurgitasi (alur balik) duodenum dan kurang berarti dalam pengosongan lambung
(Kay,1998).
Suhu, ukuran partikel makanan, dan metode experimental
merupakan faktor penting yang mempengaruhi pengukuran tingkat evakuasi lambung.
Jika suhu air naik, maka tingkat evakuasi lambung
umumnya meningkat secara eksponensial
sampai mencapai maksimum hampir
melebihi batas toleransi suhu dari spesies. Selain
itu, terdapat variabel lain yang mempengaruhi tingkat pencernaan, antara lain
ukuran makanan, jenis mangsa, ukuran predator, dan jumlah makanan dalam perut
predator (Wurtsbaugh,
1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengosongan lambung bermacam-macam, diantaranya adalah sifat fisik makanan. Jika
Makanan kasar, maka pengosongan lambung akan lambat. Jika tekanan osmotik
lambung meningkat, maka pengosongan akan cepat. Viskositas lambung meningkat
maka pengosongan akan lambat, karena lemak mengakibatkan empedu meningkat
sehingga enterogastron meningkat dan gerak lambung menurun. Jika volume
meningkat (semakin asam), maka pengosongan akan lambat sebab kontak usus dengan
asam lambung akan terjadi reflek inhibisi usus. Jika lemak dalam lambung meningkat,
maka pengosongan lambung berjalan lambat (Zonneveld,1991).
Menurut Mujiman (1984) laju
pengosongan lambung atau laju digesti dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya bobot atau ukuran tubuh ikan, jenis kelamin, aktivitas ikan, temperatur
lingkungan dan air, musim, waktu siang dan malam, intesitas cahaya, ritme
internal dan kualitas pakan. Selain itu, dipengruhi juga oleh faktor-faktor
kimia yang terdapat dalam perairan yaitu kandungan O2, CO2,
H2S, pH dan alkalinitas. Biasanya semakin banyak aktivitas ikan,
maka akan semaikin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya
tinggi dan membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak
jumlahnya.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.
Laju digesti adalah
waktu yang diperlukan oleh ikan untuk mencerna makanan dan mengosongkan
lambungnya.
2.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju digesti pada ikan adalah bobot atau ukuran tubuh ikan, jenis
kelamin, aktivitas ikan, temperatur lingkungan dan air, musim, waktu siang dan
malam, intesitas cahaya, ritme internal dan kualitas pakan. Selain itu,
dipengaruhi juga oleh faktor-faktor kimia yang terdapat dalam perairan yaitu
kandungan O2, CO2, H2S, pH dan alkalinitas.
DAFTAR
REFERENSI
Elliot, W. H and Elliot, D. C. 1997. Biochemistry and Moleculer Biology.
Oxford University Press. Inc, New York.
Fenerci, S and Erdan S. 2005. In Vitro
Protein Digestibility of Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum, 1972) Fed
Steam Pressured or Extruded Feeds. Turkish
Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 5 : 17-22.
Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Bioscientific Publisher.
Springer Verley, New York
Lagler,
K. F. 1977. Ichtiology. Jhon Wiley
and sons, New York.
Mujiman,
A. 1984. Makanan Ikan. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Santoso, B. 1994. Petunjuk Praktis Budidaya Lele Dumbo dan Lokal. Kanisius, Yogyakarta.
Storer, T and Usinger, R. 1961. Elements of Zoology. McGraw Hill Book
Company, London.
Wurtsbaugh, W. A. 1993. An Empirical Model of Gastric Evacuation
Rates for Fish and an Analysis of Digestion in Piscivorous Brown Trout.
Transactions of the American Fisheries Society 122: 7 17-730.
Yandes, Z., Ridwan A dan Ing M. 2003.
Pengaruh Pemberian Selulosa dalam Pakan terhadap Kondisi Biologis Benih Ikan
Gurami (Osphronemus gourami Lea). Jurnal
Iktiologi Indonesia 3(1) : 27-33.
Zonneveld, N. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan.
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta


Tidak ada komentar:
Posting Komentar